Napak Tilas Jejak Topeng Lengger Wonosobo
Proses Editing
Menurut Pak Bambang, sebagai tokoh lengger lanang di Wonosobo, banyak anak muda yang saat ini tidak tahu sejarah lengger, baik lengger asal Giyanti, Binangun, maupun yang campuran. Sebelum ada lengger perempuan, sudah ada lengger lanang yang dimulai tahun 1980an, Pak Bambang memperjuangkan Tari Lengger tanpa pamrih karena ia memiliki jiwa seni yag tinggi. Setelah ada Lengger Perempuan muncul, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Lengger Lanang. Dan ketika itu yang pertama kali menjadi lengger perempuan adalah Mbak Sukarsih.
Tari topeng ada 2 macam. Jaipong dengan pentul dem angklung, gendang. Dahulu cengkloknya Pak Pandah lengkap, ada sinden dan juga sabetannya. Karena ada kemajuan pentul Tari Topeng gamelannya kini ada kombinasi (bonang dan lengkap).
Ada beberapa harapan yang diminta dari semua pakar kesenian, hanya meminta agar Lengger Perempuan jaman sekarang, agar :
1. Tepat waktu
2. Disiplin
Diwaktu penari lengger sudah dipanggung, seharusnya sikap yang ditonjolkan adalah kesopanan. Jangan melihat “HP terus”. Jika penari sudah berada di panggung, maka sudah harus siap menari, bukan menunggu penari (laki-laki) tampil baru menari.
Maka, setiap ada pentas, sebaiknya dinasehati, bahwa HP sebaiknya di simpan dulu. Kalau lengger dahulu tidak begitu, kalau sudah tabuhan berbunyai maka (penari lengger) sudah siap menari, tidak saling tunggu.
3. Mohon untuk semua panitia dan pakar kesenian: tolong penari lengger sebelum naik di atas panggung agar dinasehati untuk tepat waktu.
“Jaman dulu jadi lengger bayarannya hanyalah lima ribu, namun sangat bahagia, banyak teman, banyak sedulur,” tutur Bu Sukarsih, sebagai penari Lengger Perempua pertama di Wonosobo.
Kata “Lengger” berasal dari istilah “leng dan jengger”, leng artinya wedok(perempuan), sementara jengger artinya lanang(laki-laki). Sebelum ada lengger wedok (lengger perempuan) pada tahun 1975 sampai 1985, kesenian lengger ini dulu sering tampil di Jakarta (Taman Mini), Semarang dan banyak daerah lain. Namun setelah 10 tahun, karena ada lengger wedok jadi kalau tampil sendiri merasa agak malu.
Pak Pandah, salah satu seniman lengger di Wonosobo, menuturkan harapan untuk kesenian lengger yang baru, lengger yang mencari penumpang, daya tariknya harus ada pada lengger itu, maka mereka harus bisa tampil dengan sopan dan menarik. Kesopanan dalam tampil itu untuk menambah daya tarik agar penonton merasa puas dan senang. Sebagai orang yang pernah memainkan lengger, ia berpendapat bahwa tidak sopan dan tidak etis jika gambyong musik dulu kemudian baru lengger. Oleh karena itu ia mengajak para seniman lengger untuk bersama-sama nguri-nguri (melestarikan) kesenian lengger agar keasliannya tetap terjaga.
Sementara dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo, berterimakasih kepada panitia Juguran Budoyo, khususnya Jagong Budyo. Dengan mengangkat tema “Menapaki Jejak Topeng Lengger sebagai Pilar Budaya Identitas Wonosobo” yang luar biasa ini. Pada tanggal 9 oktober 2020, kesenian lenger sudah diakui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai warisan bidaya tak benda kategori seni pertunjukan. Kesenian ini sudah diakui keberadaannya dan memiliki legalitas formal di Pemerintah RI, ternyata di Wonosobo ada warisan leluhur yang perlu disyukuri dan di uri-uri(dilestarikan). Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wonosobo merasa bangga dengan adanya jagong budoyo ini, mereka berharap semoga ke depannya akan lebih baik dan lebih kompak lagi, “Kemajuan Wonosobo ada di tangan kita semua.”
Dalam Forum Jagongan Budoyo ini, Pak Bambang juga berharap agar diadakan reuni sesepuh Tari Topeng Wonosobo baik Lengger perempuan maupaun Lengger Laki-laki. Hal ini dianggapnya sangat penting. Sesepuh harus kumpul dan memberikan arahan kepada penerusnya, “Kalau tidak ada forum seperti ini, jangan sampai generasi terputus,” tuturnya.
Acaea Jagongan Budoyo ini juga dihadiri oleh Pak Bonardi, dari kesenian Campursari, Kertek, Wonosobo. “Tadi sudah kita dengarkan dari Mas Bambang, bahwa Mbak Sukarsih merupakan penari Lengger Putri pertama di Wonosobo, Pak Pandah merupakan penari Lengger Krakal Dawung, Pak Sarman Lengger Sejambu. Alhamdulillah beberapa dekade, saya menjadi tertarik dan ikut uri-uri, pertama kali njoged (menari), ketika mendirikan Kesenian Lestari Budoyo, mereka semua yang menginspirasi saya terjun di kesenian lengger,” jelasnya.
Kalau penonton bilang “Kalau tidak bisa ndadi itu kurang puas”, ada semacam sugesti bahwa kekuatan supranatural tidak dimiliki oleh semua orang. Ndadi itu tidak semua orang bisa. Saat ini malah justru terjadi pergeseran, setiap kali menonton Lengger harus ada yang ndadi.
Ketika itu ia merasa sangat bangga bisa menampilka Lengger dan ditonton banyak orang. Ia berharap semoga Tari Lengger tetap eksis dengan nilai nilai luhur. Lengger lanang dahulu ketika tampil selalu membuat penonton kepincut dan terpesona. Ada nilai nilai yang luar biasa dari lengger terdahulu, harapannya roh yang lama tergeserkan bisa bangkit kembali. Oleh sebab itu, harapannya sebagai generasi muda bisa memberikan peluang dan membenahi kesenian ini agar lebih bernyawa. Walaupun berbeda era dan berbeda generasi tapi harus tetap memperhatikan nilai-nilai luhur. Kemudian, kita sebagai generasi muda agar memberikan apresiasi dan penghargaan, mengapresiasi dan memberikan ruang, ada forum reuni, memberikan ruang untuk berekspresi, bergandengan tanga untuk melestarian kesenian ini
Seni itu ada yang diuntungkan dan dirugikan, jika dari rasa semua diuntungkan, baik pelaku maupun penonton. Pernahkah dari kesenian dirugikan secara keuangan? Pernah tidak dirugikan secara moril?
Menurut Pak Bambang, ia belum pernah dirugikan oleh Pemerintah Daerah Wonosobo, karena paling bangga kalau dipanggil oleh Pemerintah Daerah, semua diterima dengan ikhlas. Ia merasa bangga, namun masih ada rasa kecewa. Ibarat kata menanam bibit hingga berbuah, namun ketika berbuah tidak bisa menikmati kesenangannya. Ketika ia sudah tua, dari yang awalnya tidak bisa lengger hingga lihai menari lengger, namun ketika bertemu sesepuh yang dulu tidak di hormati. “Wes rumongso nyengkuyung, namun tidak di hormati, nyuwun kepada generasi muda, kalau tau sesepuh, diminta masuk dan diberi peran, misal diminta ngendang, nabuh, itu sudah sangat senang” ujarnya. Ia berharap bahwa generasi muda lengger ini bukan hanya untuk maiknan, menari harus serius dan ada acuannya.
Ada wadah(tempat) yang nggatok’ke (menyatukan) , antar lengger lama dan jaman sekarang (ada satu wadah yang menjembatani lengger jaman dulu dan jaman sekarang). Sepertinya lengger sekarang bisa saling mengenal antara sesama lengger, dengan cara:
1. Ndongeng: saling sharing, bercerita perjuangan jaman dulu, lengger sesepuh juga jangan berkecil hati. Ibarat kata menanam durian, bisa menanam tapi yang memanen anak cucunya.
2. Cerita sejarah tari lengger itu sendiri, karena banyak sekali mahasiswa dan siswa ingin meneliti tentang lengger. Harapannya semua bisa tau sejarah kesenian lengger, jadi ketika ditanya, tidak ada lagi ada jawaban ‘Saya tidak tahu’. Ada perbedaan lengger dulu dan yang sekarang, meski dulu mahal tapi selalu dihormati.
3. Ada baiknya diadakan edukasi terkait lengger, acara ini di ikuti oleh semua kalangan masyarakat. Jangan selfi, karena itu mengganggu. Karena dalam kesenian lengger itu yang ditonton itu lenggernya, jadi kalau ada pentonton minta foto selfie, secara tidak langsung itu menjatuhkan citra lengger itu sendiri.
4. Dahulu lengger ndeprok di lantai, tapi sekarang sudah modern. Kita boleh mengikuti jaman. Lengger itu bisa eksis karena murah, dulu masih ada tokoh kesenian yang memandang negatif, tapi karena sering diangkat pentas, lengger dijadikan sarana edukasi.
Tatag, limbangan kadipaten :
Rekomendasi hasil agar acara ini membuahkan hasil. Ada 4 poin yang bisa didiskusikan, yaitu:
1. Memasang surut lengger. Tradisi tutur masih riskan, karena bisa rawan hilang. Kita perlu mendokumentasikan, ada poin yang jangan dirubah, tapi jika poin tersebut membawa kebaikan, maka diperbolehkan sehingga selalu berinovasi
2. Ada perkembangan kesenian. Dengan adanya sosial media, yang namanya lengger bisa menjadi booming. Contoh, saat ini ada akun facebook info lengger yang anggotanya ribuan. Lengger sekarang makin modern, sehingga ada kebanggaan ketika foto dengan lengger.
3. Digitalisasi lengger bisa booming.
4. Proyeksi ke depan ada transfer knowledge (pengetahuan), seniman sepuh agar mau berbagi dengan yang masih muda.
Menurut Pak Panggah harus ada perkembangan kesenian. Yang terpenting adalah bisa mengangkat seni Wonosobo. Tari lengger sesepuh hanya untuk patokan. Harapannya kesopanannya (lengger sekarang) agar meniru lengger terdahulu dan harus tetap membawa nama (identitas) Wonosobo ketika pentas dimanapun berada.
Dalam acara Jagongan Budoyo ini tidak hanya menghadirkan sesepuh lengger Wonsobo, namun juga gerasi penerus lengger itu sendiri.
Agung Reco, seorang penari lengger, berpendapat bahwa lengger sekarang agak beda dengan lengger terdahulu, namun sekarang kreativitasnya kebablasan. Dari segi kostum harus lebih diperhatikan, agar pakaian lebih tertutup ke atas. Gerakannya sudah terkonsep dengan jelas, namun sekarang walaupun maju mengikuti jaman, namun kita harus tau tatanan. Oleh sebab itu para pinisepuh memberi wejangan, jika perlu ada forum khusus untuk membahas kelangsungan lengger ke depannya.
Seni lengger yang berkualitas akan menaikkan harga dari lengger itu sendiri. Membedah sejarah tari topeng, ada 2 versi yaitu jambu dan janti, ada inisiatif dan wadah untuk mengemas tari lengger, bukan jambu dan janti tapi identitas “lengger wonosobonan” jadi satu. Gaya wonosobonan itu yang seperti apa? Agar generasi muda ke depan mendapat sumber yang jelas, tentang lengger wonosobonan itu sendiri.
Ada juga Bonardi, yang berharap bahwa pertemuan malam ini bisa menjadi titik awal atau titik tolak untuk membentuk sebuah forum, agar bisa mendapatkan kesepakatan tentang sejarah lengger, kostum, gerakan, topengnya. Harapannya akan segera ada tindak lanjut yang membuat “ciri khas dan juga standart lengger” sehingga bisa membangun karakter positif tari lengger, tanpa meninggalkan identitas lengger terdahulu.
Trah Sejambu, sekitar tahun 75/76, sudah mulai aktif dan diajari tentang lengger dari TK ketika langensari pentas sudah giat menonton. Dalam hal berkreatifitas, apalagi rombongan jaman sekarang sangat bangga, namun dalam kreativitas harapannya jangan kebablasan, boleh berkreasi, berinovasi, namun jangan meninggalkan pakem.
Misal Tari Sontoloyo pasti berbaju putih, tetapi jagan meninggalkan pakem. Kita bisa berkreasi mengikuti jaman, namun harus tetap sopan. Ia sepakat dengan Pak Bonardi agar ada forum pelaku seni, agar kesenian wonosobo bisa dipatenkan (antara genarasi muda, rombongan yang baru berkembang) agar tidak salah kaprah. Gondangkeli maupun Sontoloyo memiliki pakem masing-masing yang berbeda. Dalam hal berbusana, misal dalam ikat, ada ikat lanangan ada ikat wedokan, itu ada pakemnya/ada tatanannya.
Kenapa dipatenkan itu penting? Agar generasi muda ke depan tidak kebablasan. Misal topeng sontoloyo itu hitam. Tapi kalau sekarang ada yang merah dan putih. Versi sejambu dan Janti itu sama-sama bagus, dan memiliki ciri khas masing-masing.
Kesenian lengger sering berbenturan dengan kalangan agamis, maka harapannya bila jam setengah 6 sore pentas bisa dibubarkan/ditunda untuk menghormati. Kebiasaan yag masih terjadi apabila ada adzan maghrib tetap bermain. Harapannya kedepan tidak demikian.
Tidak ada komentar