Breaking News

LRC-KJHAM KITA Institute PMII Wonosobo Desak DPR RI Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

LRC-KJHAM KITA Institute PMII Wonosobo Desak DPR RI Bahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual


satumenitnews - Bentuk modus kekerasan seksual yang semakin beragam seperti perkosaan, pelecehan seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual dalam rumah tangga, kekerasan seksual menggunakan media online atau cyber sex menjadi kasus kekerasan seksual di Indonesia yang  semakin memprihatinkan.


Hal tersebut dilihat dari jumlah pada catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2019 terdapat 4.907 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan. Setiap harinya ada kurang lebih 14 kasus kekerasan seksual yang terjadi.




Wonosobo - Disampaikan Direktur Upipa Wonosobo Betty bahwa di Jawa Tengah, menurut data Dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pengendalian penduduk keluarga berencana (DP3AP2KB) tahun 2019 ada 779 kasus kekerasan seksual. Data penanganan kasus LRC-KJHAM tahun 2017 – 2019 tercatat 177 kasus kekerasan terhadap perempuan. 



"Sementara data  per Juni 2020 tercatat 68 kasus kekerasan terhadap perempuan, 52 kasus diantaranya adalah kasus kekerasan seksual. Sedang di Wonosobo, kecenderungan kasus yang terjadi di tahun 2020 adalah kasus kekerasan seksual dengan banyak pelaku. Berdasarkan data dari UPIPA pada tahun 2020 dari bulan Januari-September terdapat 94 kasus kekerasan dan teridentifikasi kasus kekekrasan seksual," paparnya Jumat (23/10).



Hal tersebut memperlihatkan bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin memprihatinkan, sekarang ini juga dapat kita temukan modus kekerasan seksual yang semakin beragam bentuknya. Diantaranya; perkosaan, pelecehan seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual dalam rumah tangga, kekerasan seksual menggunakan media online atau cyber sex, dan sebagainya. 


Menurut Dirut Upipa berbagai hambatan juga dialami korban dalam mengakses keadilan, diantaranya; korban didamaikan dengan pelaku bahkan dikawinkan oleh oknum aparat penegak hukum, aparat pemerintah setempat dan masyarakat, ditolaknya laporan korban kekerasan seksual karena dianggap bukan kejahatan, mandegya proses penyidikan karena hambatan pembuktian, putusan pengadilan yang tidak adil bagi korban, dikeluarkan atau diminta mengundurkan diri dari sekolah, dan sebagainya.


Sementara Ketua KOPRI PC PMII Wonosobo menyampaikan,  tingginya angka dan beragam kasus kekerasan seksual serta hambatan yang dialami korban diperburuk dengan ketiadaan payung hukum yang secara khusus dan komprehensif melindungi korban kekerasan seksual. Sedangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang jelas-jelas dapat melindungi hak-hak korban untuk mengakses keadilan, sehingga korban mendapatkan proses keadilan yang berkeadilan juga Undang-undang yang mencakup pencegahan, penanganan, perlindungan dan pemulihan korban serta pemidanaan pelaku.


Dijelaskan, pada30 Juni 2020, Badan Legislasi DPR RI mengeluarkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas tahun 2020 berdasarkan keputusan Komisi VIII DPR RI selaku pembahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual selama ini. Artinya, Negara belum memiliki komitmen yang serius untuk melindungi korban kekerasan seksual. 


"Berdasarkan hal tersebut untuk mendorong pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual, kami  LRC-KJHAM KITA Institute dan PMII cabang Wonosobo mendesak DPR-RI untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar kembali menjadi Undang-undang Prioritas pada PROLEGNAS tahun 2021," tandas Susi Haryanti. (Budilaw79)


Tidak ada komentar

Terbaru

 Pemerintah Kabupaten Wonosobo mengaku telah memperkenalkan program penataan dan penguatan Kawasan 5 Dieng Baru kepada Kemenparekraf beberap...